BANDUNG – Sebanyak 345 guru dari berbagai daerah di Jawa Barat (Jabar) yang terseret kasus pembobolan dana kredit di bankperkreditanrakyat (BPR) dengan menggunakan sertifikat palsu terancam dijerat Pasal 55-56 KUHPidana tentang pemalsuan dokumen.
Namun saat ini status ratusan guru itu masih jadi saksi. Penyidik dari Subdit I Ditreskrimum Polda Jabar masih men – dalami keterlibatan mereka pada kasus yang menimbulkan kerugian sebesar Rp36 miliar tersebut. “Termasuk motif atau niat mereka. Jika ditemukan dua alat bukti keterlibatan, mereka bisa dijerat dengan Pasal 55-56 KUHPidana,” ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan di Mapolrestabes Bandung kemarin. Hingga kemarin Polda Jabar telah meng amankan 13 ter – sangka. Para ter sangka terdiri atas oknum pegawai BPR dan oknum guru yang diduga sebagai koor dinator.
Selain itu polisi meng amankan dua tersangka pe laku pemalsu dokumen, yakni Wawan Hermawan dan Yayan Taryana. Petugas pun telah melakukan penggerebekan di Gang Siaga IRT9/4, KelurahanAngke, Tam b – ora, Jakarta Barat, dan meng – amankan sejumlah barang bukti pembuatan doku men palsu. Sayangnya, saat di gere bek, Marhain alias Atung telah me – larikan diri. Selain itu petugas juga sedang mem buru Sutomo alias Tomo, warga Baleendah, KabupatenBan dung. BaikMar – hain maupun Sutomo ber peran sebagai pen cetak doku men palsu.
Polisi juga masih terus me – ngembangkan penyelidikan ka sus ini, termasuk kemung – kinan adanya BPR atau bank lain yang turut menjadi korban dokumen palsu. Apalagi kom – plotan yang diotaki tersangka Marhain ini telah beroperasi selama 5 ta hun. Polda Jabar juga menduga, sindikat ini ber – operasi di selu ruh Indonesia. Hal ini berdasar temuan ribu an ijazah palsu seluruh sekolah dan perguruan tinggi di Tanah Air. “Awal kasus ini terungkap adalah soal pemalsuan sertifi – kat guru dan kebocoran dana bank. Ternyata dalam per kem – bangannya terungkap pula pe – malsuan ijazah perguruan ting gi di seluruh Indonesia,” ujar dia.
Seperti diketahui, Polda Jabar membongkar pem bo – bol a n BPR yang melibatkan ra – tus an guru dengan meng guna – kan sertifikasi palsu. Selain sertifi kasi, komplotan juga memalsu berbagai macam do – ku men, antara lain sertifikat guru, ijazah SD, SMP, SMA, S-1, dan S-2, sertifikat tanah, akta jual beli (AJB), dan kartu tanda pen duduk (KTP) elektronik. Kasus ini terungkap se telah Polda Jabar menerima laporan dari salah satu pe jabat BPR yang mengalami kebocoran dana mencapai Rp36 miliar. Dari penyelidikan yang dilakukan, terungkap sertifikat guru milik 345 guru di Jabar yang di – jamin kan ke BPR semua palsu.
Dengan satu sertifikat palsu yang di ja min kan, para pelaku meraup uang Rp80 juta. Untuk me mu lus kan aksi – nya, para pelaku sindikat pe – malsu dokumen bekerja sama dengan sejumlah oknum guru yang bertugas sebagai koor – dinator dan oknum pegawai BPR. Dana Rp80 juta per serti – fikat yang diperoleh dibagi masing-masing 20% atau Rp8 juta untuk guru pemilik ser tifi – kat, Rp12 juta untuk yang memal suk an, sisa nya dibagibagi un tuk anggota kom plotan lain, termasuk pegawai BPR. Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana mengaku prihatin dengan kasus yang menyeret lebih dari 300 guru karena turut menggadaikan dokumen sertifikasi palsu ke bank.
Dia pun meminta kasus ini dibongkar karena para guru tersebut telah menjadi korban. “Kami sangat prihatin de – ngan terbongkarnya kasus ini. Bagi kami ini tonjokan psi – kologis yang luar biasa dan sa – ngat men coreng dunia pen didik – an,” kata pria yang akrab de ngan sapaan Darus tersebut. Dia juga menandaskan, Komisi X DPR akan men dorong Kementerian Pendidikan untuk mengungkap kasus ini hingga ke akar rumput karena tidak menutup kemungkinan me – libat kan orang dalam.
“Ini kan dokumen yang dikeluar kan pemerintah, jadi tidak mung – kin jika dikeluarkan oleh orang luar yang tidak paham dengan mekanisme pener bit an surat sertifikasi itu,” sambungnya. Dadang lantas menu tur – kan, banyaknya guru yang men jaminkan dokumen sertifikasi atau SK ke pihak bank menjadi pekerjaan rumah bagi DPR. Pasalnya kondisi ter sebut mencerminkan kesejahteraan guru masih di bawah standar se hingga banyak terjadi praktik penjaminan ke bank.
“Kami ingin ke depan ada regulasi agar SK guru ataupun sertifikat tidak bisa menjadi alat penjamin ke bank, ini untuk menghindari terjadinya kasus seperti yang saat ini terjadi. Kasihan mereka harus ter sang kut tindak pidana yang bisa jadi karena ketidaktahuan mereka,” tandasnya. Senada, WakilKetuaKomisiX DPR Abdul Fikri menilai ne kat – nya para guru terlibat dalam sindikat pemalsuan sertifikat ini mengindikasikan bahwa ke – sejahteraan guru masih rendah meskipun mereka yang sudah memperoleh sertifikasi men – dapat tunjangan profesi.
“Saya kira berbagai pihak perlu meng atasi masalah ini. Bisa saja ini menjadi indikasi bahwa kesejahteraan guru masih rendah. Mereka meng – ang gap sejahtera itu ketika men dapat sertifikasi dan bela – kangan ada kendala,” katanya kepadaKORAN SINDO. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menjelaskan, guru yang sudah mendapat sertifi kasi bukannya tanpa masalah. Mereka bisa tidak dibayar tun jangan profesinya apabila tidak memenuhi sya – rat.
Misalnya saja tidak meme – nuhi syarat 24 jam mengajar dalam sepekan. Tapi sebenar – nya Kemendikbud sudah ber – usaha mengurangi beban meng ajar mereka men jadi 18 jam mengajar saja. Selanjutnya ada kebijakan Kemendikbud yang me wajib – kan guru mengajar 8 jam dalam 5 hari kerja meski sampai saat ini menuai pro-kontra. Ke – bijak an ini pun dalam rangka meng akomodasi aspirasi ke – sulitan syarat pencairan tun – jangan se hingga guru tidak perlu pon tang panting meng – ajar di se kolah lain. “Namun dalam kasus ini, bila guru sampai memalsukan sertifikat, ini sudah keluar dari karakter dan etika seorang guru yang baik sehingga lem baga profesi guru mestinya mem beri sanksi,” sebutnya.
Agus warsudi/ adi haryanto / neneng zubaedah
Sumber : Koran Sindo