
JAKARTA – Pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp269 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 tidak akan menghambat laju pembangunan di daerah.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Abdul Fikri Faqih, memastikan bahwa pemerintah pusat telah menyiapkan total dana sebesar Rp1.376,9 triliun melalui program-program prioritas yang akan langsung menyentuh masyarakat.
Menurut pria yang akrab disapa Fikri ini, alih-alih mengalir melalui kas daerah, dana pembangunan kini dialokasikan ke berbagai program strategis yang dikelola langsung oleh kementerian dan lembaga di pusat.
Langkah ini diambil untuk menjaga kesejahteraan masyarakat tetap aman.
“Memang dana transfer daerahnya turun, tetapi kementerian dan lembaga akan menggelontorkan program yang sasarannya langsung yang punya masyarakat di daerah,”kata Fikri, Ahad (24/8/2025) di Jakarta.
Fikri merinci beberapa program prioritas yang akan dijalankan. Di sektor bantuan sosial, tersedia alokasi besar untuk Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp28,7 triliun, Kartu Sembako (BPNT) Rp43,8 triliun, dan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Rp69 triliun.
Sektor pendidikan dan kesejahteraan juga mendapat perhatian serius, termasuk Program Makan Bergizi Gratis senilai Rp335 triliun, PIP/KIP Kuliah/beasiswa lainnya Rp63,6 triliun, serta Dana Pembangunan Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda Rp27,9 triliun.
Selain itu, sektor infrastruktur dan pemerataan juga tidak luput dari perhatian. Pemerintah mengalokasikan dana untuk Preservasi Jalan dan Jembatan sebesar Rp24,3 triliun, Perumahan Rp48,7 triliun, dan Bendungan serta Irigasi senilai Rp12 triliun.
Bantuan lainnya juga disiapkan, seperti Subsidi Energi dan Kompensasi Rp381,3 triliun, Subsidi Non Energi termasuk pupuk dan KUR Rp108,8 triliun, serta program Lumbung Pangan Rp22,4 triliun.
Fikri menambahkan, program-program ini akan memastikan masyarakat tidak merasakan dampak langsung dari penurunan anggaran TKD. Ia juga menyoroti adanya upaya pemerataan yang lebih adil. Berdasarkan data yang dihitung, unit cost per kapita di Papua jauh lebih tinggi dibanding di Jawa.
“Tadi sudah dihitung angkanya per kapita. Jadi setiap orang, kalau ada kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, bahkan tadi saya lihat satu orang di Jawa itu sampai Rp5 juta, nah kalau di Papua Rp12 juta,” jelas legislator Partai Keadilan Sejahra (PKS) dari daerah pemilihan (dapil) IX Jawa Tengah (Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini.
Menanggapi kondisi ini, Fikri mengimbau pemerintah daerah untuk bersikap bijak dalam mengelola fiskal daerah.
Fikri menyarankan agar kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak membebani masyarakat.
Ia juga mendorong Pemda untuk aktif mencari informasi detail program kementerian dan lembaga yang bisa diakses untuk masyarakat di daerahnya.
“Silakan Pemda untuk menaikkan celah fiskal daerah dengan cara menaikkan PAD. Namun jangan melalui pendapatan yang membebani masyarakat seperti pajak dan retribusi daerah, tapi silakan dari dua unsur lain, yakni dari laba BUMD dan lain-lain PAD yang sah,”pungkasnya.


