JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Abdul Fikri Faqih prihatin dengan peristiwa bocah SD menghamili pacarnya yang duduk di bangku SMP di Tulungagung, Jawa Timur. Menurutnya, peristiwa ini merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan.
Ia pun langsung menyerukan pemerintah agar menerapkan amanat Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter ke dalam materi pembelajaran di sekolah.
“Regulasi ini sudah ada, tentu bukan hanya sekadar jadi tumpukan dokumen, tapi diterapkan untuk mencegah makin parahnya degradasi moral peserta didik kita,” ujar politikus PKS itu kepada Okezone, Jumat (25/5/2018).
Fikri mengatakan, kepada dua pelajar itu harus diberikan perlindungan. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga kondisi psikologis mereka.
“Demi memperbaiki kondisi psikologi kedua anak tersebut dan memberi kesempatan orangtua kedua anak itu mencari solusi terbaik secara kekeluargaan,” katanya.
Kasus tersebut, sambungnya, tidak perlu diekspos terlalu berlebihan, karena bukanlah contoh yang baik bagi anak-anak seusianya.
“Cukup menjadi pembelajaran bagi setiap orangtua agar memberi perhatian terbaiknya pada anak, terutama di masa pematangan usia dan tumbuh kembang anak menjelang akil baligh mereka,” tuturnya.
Dia mengakui, usia akil baligh anak-anak zaman sekarang menjadi lebih cepat, karena beragam faktor. Di antaranya, asupan makanan dan input media yang dengan bebas mudah diakses oleh anak, seperti televisi dan Internet.
“Anak-anak lebih cepat dewasa karena disuguhi tontonan yang tidak sesuai umurnya,” imbuh dia.
Selain itu, data pendidikan juga menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang sekolah dasar di Indonesia, terutama di daerah melebihi 100 persen.
“Angka lebih dari 100% ini menunjukkan, masih banyak siswa SD yang bersekolah di luar usia 7-12 tahun, atau di atas itu,” ucapnya.
Ia lalu menunjuk contoh bocah SD di Tulungagung yang masih kelas 5 SD, namun usianya sudah 13 tahun.
Menurut Fikri, untuk menilai tingkat kedewasaan anak sebaiknya tidak dilihat dari kelas berapa ia sekolahnya.
“Lihatlah usianya, 13 tahun ini sudah baligh pada umumnya, jadi tentu mesti ada arahan khusus, misal bagaimana pergaulan dengan lawan jenis agar sesuai tuntunan ahlak dan agama,” terangnya.
Sekadar diketahui, kisah cinta sejoli siswa SD dan siswi SMP di Tulungagung ini berawal dari pertemuan mereka di suatu pantai. Kemudian, keduanya saling bertukar nomor ponsel. Intensnya komunikasi keduanya kemudian mengantarkan mereka pada hubungan asmara.
Dalam hubungan asmara itu keduanya mulai nekat melakukan hubungan intim layaknya suami istri. Pertama kali, terjadi pada 2017. Karena nikmat rasanya, sejoli ini lama-lama semakin ketagihan.
Hubungan intim tersebut terus dilakukan hingga akhirnya sang perempuan hamil enam bulan.
Kehamilan ini mulanya diketahui oleh pihak sekolah ketika memeriksakan kondisi kesehatan bunga (bukan nama sebenarnya) ke puskesmas, lantaran kondisinya tampak kurang sehat.
Petugas kemudian menyatakan bahwa bunga hamil. Pihak sekolah lalu melaporkan hal ini kepada keluarga. Setelah dilakukan pendekatan, akhirnya perempuan malang tersebut mengakui siapa yang menebar benih di perutnya, yakni kekasihnya sendiri yang masih duduk di bangku SD.
Orangtua kedua belah pihak bersepakat menempuh jalan kekeluargaan dan hendak menikahkan anaknya yang telah kadung mengandung. Namun, Kantor Urusan Agama (KUA) setempat tidak memberikan izin pernikahan lantaran sejoli tersebut masih di bawah umur.
Karena ditolak KUA, orangtua kedua belah pihak kini tengah berproses meminta dispensasi pernikahan pada Pengadilan Agama (PA) setempat.