Fikri Faqih: Dana Zakat Belum Saatnya Biayai Makan Bergizi Gratis, CSR Bisa Jadi Alternatif

Fikri mengungkapkan bahwa pengumpulan dana zakat oleh Baznas hingga triwulan ketiga 2024 baru mencapai Rp1 triliun.

JAKARTA – Wacana penggunaan dana zakat untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai pro dan kontra. Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai gagasan tersebut belum tepat diimplementasikan saat ini.

“Wacana ini terlalu overestimate. Pemanfaatan dana zakat untuk program MBG belum saatnya diterapkan, terlebih Istana juga telah menolak wacana ini,” ujar Fikri dalam keterangannya, Kamis (22/1/2025).

Fikri mengungkapkan bahwa pengumpulan dana zakat oleh Baznas hingga triwulan ketiga 2024 baru mencapai Rp1 triliun. Angka tersebut jauh dari kebutuhan pembiayaan program MBG pada 2025 yang diproyeksikan mencapai Rp71 triliun.

“Dengan kesenjangan yang begitu besar, usulan ini kurang realistis,” tegasnya.

Politisi Fraksi PKS itu juga menegaskan, jika dana zakat tetap akan dimanfaatkan, penggunaannya harus tepat sasaran dan hanya diberikan kepada fakir miskin yang termasuk dalam kategori mustahik.

“Program ini tidak bisa digunakan secara umum untuk seluruh sekolah. Harus ada fokus pada penerima yang benar-benar memenuhi syarat sesuai prinsip syariah (8 asnaf),” jelas legislator dari daerah pemilihan (Dapil) IX Jawa Tengah ini.

Sebagai alternatif, Fikri mengusulkan agar Pemerintah memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan negara maupun swasta untuk mendukung program MBG.

“Melalui CSR, cakupan sasaran program ini dapat diperluas, termasuk menjangkau masyarakat di luar kategori mustahik zakat,” katanya.

Fikri berharap program MBG dapat berjalan dengan baik melalui sumber pembiayaan yang tepat tanpa menimbulkan polemik di masyarakat.

Dia juga menambahkan bahwa perlu ada kajian mendalam dan transparan terkait skema pembiayaan program MBG agar tepat sasaran dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Fikri menyebut jika program itu dilaksanakan di daerah tertentu dengan skala prioritas, itu bisa dilaksanakan.

“Jadi semua program itu biasanya kan tidak tiba-tiba semua dilaksanakan, misalkan dulu ada kurikulum Merdeka tidak seluruhnya berlaku secara nasional, ada pilot project, mana yang prioritas, di tempat yang sangat membutuhkan menjadi sangat bermakna, misalnya daerah 3T dirasa lebih membutuhkan, saya setuju mereka didahulukan,”pungkasnya.

Picture of Staf Admin

Staf Admin

Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes)

Leave a Replay