FIkri Faqih Desak Permasalahan Guru Segera diatasi

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah serius mengatasi permasalah guru di tanah air. “Katanya kebutuhan guru tahun 2021 mencapai 960 ribu orang, di sisi lain ribuan guru yang ada punya problem soal status yang tidak jelas, padahal ada yang sudah puluhan tahun mengajar,” katanya di Semarang usai rapat kerja dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI secara virtual, Selasa (15/9).

Fikri mengutip pernyataan Direktur Jenderal Guru & Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud RI soal jumlah kebutuhan guru di tahun depan. “Menurut pak Iwan Syahril, kebutuhan guru hingga 2021 adalah 960.000. Rinciannya, 835.000 guru dan untuk mengganti yang pensiun 125.000 orang,” urainya.

Politikus PKS ini lantas mempertanyakan status guru dan tenaga kependidikan yang saat ini masih terkatung-katung. “Kita punya PR sejak 2005 yang belum selesai, yakni guru honorer,” imbuh FIkri.

Menurut data Kemendikbud RI, hingga tahun 2020 terdapat total 3.357.935 guru. Adapun yang bukan sebagai guru PNS atau guru tetap yayasan sebanyak 937.228 orang. Angka ini terdiri dari 728.461 guru honor sekolah, 190.105 guru tidak tetap kabupaten/kota, 14.833 guru tidak tetap provinsi, dan 3.829 guru bantu pusat.

Fikri menyatakan, MenPAN-RB sebelumnya menerbitkan soal kuota guru untuk memenuhi kebutuhan guru nasional melalui pengangkatan ASN (Aparatur Sipil Negara) dan P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). “Komposisinya 30% ASN dan 70% P3K” tambahnya.

Namun, soal pengangkatan P3K, bahkan hingga saat ini masih terkendala penerbitan Surat pengangkatan atau SK. “Padahal mereka sudah lolos seleksi P3K sejak April tahun lalu (2019), tapi payung hukum pengangkatan tidak kunjung diteken presiden,” kata Fikri.

Lebih lanjut Fikri mengritisi soal anggaran pada unit-unit di bawah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan di tahun 2021 yang justru turun dibanding 2020. “Kok turunnya drastis apakah tidak mengkhawatirkan, jangan-jangan dirjen ini tidak bisa banyak bantu Guru dan Tendik di tahun 2021?,” tanya dia.

Fikri merujuk pada data Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) 2020 pada unit Direktorat Guru dan Tendik Pendidikan Dasar dan Direktorat Guru dan Tendik Pendidikan menengah & Khusus, masing-masing sebesar Rp. 298,9 miliar dan Rp. 143,5 miliar. “Kok usulan 2021 malah turun jauh jadi Rp. 98 dan Rp. 95 miliar?,” kritiknya.

Dia juga meyoroti soal anggaran rekrutmen guru P3K yang teranggarkan hanya Rp. 179 miliar. “Ini targetnya berapa guru? Lantas Tenaga Kependidikan kok tak dianggarkan?,” tanyanya.

Berdasarkan poin-poin tersebut, Fikri meminta keseriusan pemerintah dalam mengatasi kekurangan jumlah guru dan meningkatkan kesejahteraan guru yang sudah ada. “Kapan tercapai guru dengan kejelasan status, kejelasan kesejahteraan dan kejelasan jaminan sosial sebagaimana catatan ketika raker-raker komisi x dengan pemerintah sebelumnya,” pungkas dia.
[16.46, 16/9/2020] Rafly: SIARAN PERS
DR. Abdul FIkri Faqih
Wakil Ketua Komisi X DPR RI_FPKS

DPR Akan Panggil Kampus Bermasalah di Ospek, Termasuk UI

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul FIkri Faqih menegaskan komisinya akan memanggil beberapa kampus yang disinyalir melanggar ketentuan terkait kegiatan ospek sebagaimana disebut dalam Panduan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) tahun 2020.

“Berita yang beredar, kampus negeri disinyalir membuat aturan yang melanggar prinsip demokrasi dan asas humanis bagi mahasiswa baru,” katanya di tengah rapat kerja bersama mitra secara virtual, Rabu (16/9).

Fikri menambahkan, pihaknya juga akan melakukan pemeriksaan silang kepada regulator, yakni direktorat jenderal Pendidikan tinggi Kemendikbud RI yang menerbitkan aturan terkait PKKMB di kampus. “Kita akan cross-check apakah Panduan PKKMB 2020 yang diterbitkan, sudah disosialisasi dengan baik ke kampus-kampus, dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan,” urai dia.

Pedoman PKKMB tahun 2020, lanjut Fikri setidaknya memuat tiga asas pelaksanaan. Pertama, Asas keterbukaan, yaitu semua kegiatan penerimaan mahasiswa baru dilakukan secara terbuka, baik dalam hal pembiayaan, materi/substansi kegiatan, berbagai informasi waktu maupun tempat penyelenggaraan kegiatan.

Yang Kedua, yakni Asas demokratis, yaitu semua kegiatan dilakukan dengan berdasarkan kesetaraan semua pihak, dengan menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru tersebut

Dan yang ketiga, yakni Asas humanis, yaitu kegiatan penerimaan mahasiswa baru dilakukan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan prinsip persaudaraan serta anti kekerasan.

“Dari ketiga asas tersebut kita temui antara lain soal pelanggaran atas hak demokrasi mahasiswa, seperti pada kasus pakta integritas mahasiswa baru di UI,” kata Fikri.

Dalam pemberitaan disebutkan pakta integritas yang harus diteken mahasiswa baru di kampus Universitas Indonesia (UI) antara lain larangan untuk ‘tidak terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara’, serta ‘Tidak melaksanakan dan/atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/orientasi studi/latihan/pertemuan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak mendapat izin resmi dari pimpinan fakultas dan/atau pimpinan universitas Indonesia’. Walaupun kemudian pihak UI meralat pakta tersebut dan berdalih yang beredar di media bukanlah pakta integritas yang ‘asli’.

Menurut Fikri, “Pakta Integritas yang harus diteken maba UI itu malah berpotensi mendistorsi kreatifitas dalam berpendapat dan mengembangkan potensi skill di luar akademisnya”.

Selain itu, belakangan beredar video viral tentang senior kampus yang memarahi juniornya saat pelaksanaan PKKMB secara daring di kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa). “Meskipun via daring, hal itu dikecam karena merupakan bentuk kekerasan verbal,” imbuh Fikri.

Fikri menilai, segala macam bentuk kekerasan dan pemaksaan, baik secara fisik, verbal, maupun aturan yang diterapkan dalam masa PKKMB di kampus, pada prinsipnya telah melanggar asas humanis, dan harus ditindak karena mencederai intelektualitas.

“Sudah tidak zamannya mempraktikkan senioritas, pemaksaan kehendak, dan pengekangan intelektual, kita harus buktikan bahwa kampus adalah sumber pencetak intelektual,” tandas dia.

Lebih jauh, Fikri meminta kampus-kampus di dalam negeri mencontoh masa orientasi mahasiswa baru di luar negeri yang bernuansa positif dan banyak manfaatnya. Lebih bertujuan untuk mempermudah maba dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya di kampus dan terlibat dalam perkuliahan secara aktif. Jauh dari nuansa senioritas, apalagi perpeloncoan.

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on twitter
Share on email
adminfikri

adminfikri

Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes)

Leave a Replay