Hotspot Gratis; Mempermudah Akses Pembelajaran Jarak Jauh

Abdul Fikri Faqih

It is not beyond our power to create a world

in which all children have access to a good education.

– Nelson Mandela

Metode Pembelajaran Jarak Jauh masih menjadi alternatif paling memungkinkan diterapkan bagi berlangsungnya pendidikan di tengah pandemic Covid-19. Hanya saja kemudahan akses (jaringan internet dan ketersediaan kuota) untuk mendukung pembelajaran menjadi kendala serius penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh. Kendala akses ini mengakibatkan menurunnya kualitas proses pembelajaran dan bisa dipastikan hasil capaian belajar menjadi rendah, apalagi peserta didik memiliki latar belakang ekonomi yang beragam.

Kendala sarana dan infrastruktur pembelajaran jarak jauh diantaranya: kepemilikan sarana gadget, jangkauan sinyal, biaya kebutuhan kuota, dan ketersediaan jaringan listrik. Satu saja tidak tersedia dari keempat sarana penunjang itu berdampak tidak terlaksananya pembelajaran jarak jauh. Sebagus apapun konsep pembelajaran jarak jauh yang dipersiapkan, akan sia-sia jika tidak ada sarana untuk mengaksesnya.

Dari sini, internet menjadi kebutuhan kunci dalam proses pembelajaran jarak jauh. Sebanyak 53 juta orang yang terdiri atas 45 juta peserta didik SD-SLTA dan 8 juta mahasiswa menjalani proses pembelajaran jarak jauh. Jika rata-rata satu siswa atau mahasiswa harus membeli kota internet sebesar 100ribu/bulan, maka dana yang perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan kuota sebesar 53 Trilyun setiap bulannya. 

Dengan kebutuhan dana yang besar,  tentu diperlukan regulasi yang jelas dan political will yang kuat dari kementrian pendidikan dan kebudayaan. Regulasi yang tidak hanya mengatur tentang model pembelajarannya saja, tetapi regulasi yang juga mengikat operator penyedia layanan telekomunikasi dalam mendukung kesuksesan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

Persebaran jumlah penduduk yang tidak merata juga berdampak pada fasilitasi layanan internet yang masih tergantung pada pasar, jangkauan jaringan 4G kebanyakan terkonsentrasi di Pulau Jawa karena penyedia layanan telekomunikasi seluler mempertimbangkan untuk memprioritaskan di daerah-daerah padat penduduk atau perkotaan dibanding dengan pedesaan yang populasinya jauh lebih sedikit.

Kebijakan relaksasi BOS dan BOP untuk alokasi pulsa atau kuota internet dirasakan oleh satuan pendidikan masih belum cukup untuk menjangkau kebutuhan internet karena sifatnya hanya subsidi penggunaan dengan angka yang bervariatif. Salah satu yang paling memungkinkan adalah peyediaan hotspot gratis yang diperuntukkan bagi pelajar dan mahasiswa. Jika ini diterapkan tentu menjadi kabar baik bagi 53 juta lebih masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya adalah orangtua dan guru.

Pengadaan banyak titik hotspot bertujuan agar mengurangi konsentrasi massa yang berkumpul. Idealnya ada di tiap RW, atau dibagi lagi menjadi beberapa titik, misalnya di setiap RT ada hotspot. Pelaksanaan program ini tentu harus didukung oleh dinas pendidikan, satuan pendidikan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah, dan melibatkan masyarakat sekitar sebagai bagian dari komponen pendidikan untuk berpartispasi secara aktif.

Terkait sumber pendanaan, pilihannya adalah pengalihan anggaran Program Organisasi Penggerak (POP) senilai setengah triliun lebih atau tepatnya, Rp. 595 miliar yang sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan memicu gelombang protes berbagai kalangan pendidikan. Optimalisasi pendanaan untuk penyediaan infrastruktur internet lebih utama saat ini, apalagi melihat data dari dapodik Pusdatin Kemendikbud  RI, pertanggal 2 Juni 2020 mengenai kondisi status Internet di Satuan Pendidikan, masih terdapat 42.159 (19%) sekolah di semua tingkatan satuan pendidikan belum memilik akses internet. Angka tertinggi di Sekolah Dasar dengan jumlah 32.941 atau 78,13%.

Melalui ketersediaan akses belajar, pelaksanaan program pelatihan sebagaimana yang digagas dalam Program Organisasi Penggerak pun bisa tetap berlangsung melalui kelas daring. Problematika  pendidikan saat ini, khususnya terkait ketersediaan sarana dan infrastuktur jaringan interet tidak bisa hanya ditangani oleh kemendikbud saja, tetpi harus melibatkan Kementrian dan Lembaga lain seperti Kemenkominfo dan Kemendagri.

Upaya dan terobosan baru dalam penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh perlu segera dilaksanakan, komisi X DPR RI selalu mengingatkan pemerintah dalam setiap rapat dengar pendapat bahwa  pendidikan merupakan elemen penting dan fundamental dalam indeks pembangunan manusia, yang keberadaanya mempengaruhi eksistensi  sebuah negara. []

Picture of Staf Admin

Staf Admin

Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes)

Leave a Replay