WACANA dibukanya kembali kegiatan belajar mengajar sekolah yang berada di zona hijau covid-19 pada pertengahan Juli perlu dikaji ulang. Jika tidak, dikhawatirkan akan ada banyak siswa yang terpapar virus korona.
Adanya keinginan pengaktifan kembali kegiatan sekolah tersebut setelah pemerintah menyatakan melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). “Mesti dipertimbangkan secara matang dan jangan terburu-buru. Pasalnya, koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah masih buruk saat ini,” kata Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim, kemarin.
Ia khawatir setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau dari penyebaran covid-19, tahu-tahu ada korban positif di wilayah tersebut. Untuk itu, FSGI meminta agar Juli 2020 tetap dijadikan sebagai awal tahun ajaran baru, tetapi pembelajaran dilaksanakan dari rumah, baik daring (online) maupun luring (offline).
“Tentunya, pemerintah harus melakukan perbaikan layanan, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran, dan akses internet,” ujarnya. Hal ini dirasa lebih aman dan nyaman, baik bagi guru maupun orangtua siswa ketimbang memaksakan masuk sekolah tanpa perhitungan dan pendataan yang baik.
Langkah selanjutnya, pemerintah pusat mesti memperbaiki koordinasi, komunikasi, dan pendataannya. Dalam hal ini, antara Kemenko PMK, Kemenkes, Kemendikbud, Gugus Tugas Covid-19 BNPB, dan pemda. Apakah di satu wilayah sudah aman atau belum dari sebaran covid-19.
“Jangan sampai karena buruknya pendataan setelah masuk sekolah Juli nanti justru siswa dan guru jadi korban terpapar korona. Ini risikonya terlalu besar, “ tegas Satriwan yang juga guru SMA Labschool Jakarta.
Hemat dia, pembelajaran jarak jauh (PJJ) bisa menjadi opsi terbaik sampai satu semester ke depan atau setidaknya sampai pertengahan semester. Sampai kurva covid-19 betul-betul melandai dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli kesehatan.
Data akurat
Imbauan yang sama dikemukakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, kemarin. “Kita semua ingin kembali normal, tapi apakah ada jaminan risiko pandemi tidak akan muncul kembali sebagai gelombang kedua?,” ujarnya.
Fikri menambahkan bahwa Kemendikbud harus memegang data covid-19 yang jelas. Misalnya, terkait tanda-tanda kurva pandemi yang mencapai puncak dan melandai grafisnya, termasuk kepastian zonanya.
Menurut dia, apabila pemerintah berniat membuka kembali sekolah dengan sistem tatap muka, mesti ada progres (perkembangan) data terkait pandemi covid-19 yang baik dan benar.
Fikri menjelaskan ‘baik’ yang dimaksud, yakni angka-angka terkait pasien yang positif, orang dalam pantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP) menurun signifikan. “Idealnya, pertumbuhan pasien baru positif covid mendekati nol.” (Media Indonesia, 18/5/2020)