
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji penentuan hak suara Menteri Riset Tekonologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) sebesar 35% dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri (PTN). Hal ini menindaklanjuti adanya indikasi korupsi dalam pemilihan rektor di sejumlah PTN.
“Kami akan diskusi dengan Pak Menteri, mudah-mudahan nanti kalau Pak Menteri datang, ada beberapa yang perlu dibenahi. Apakah porsi yang 35% itu terlalu tinggi, nanti kami bicarakan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Kamis (27/10).
Aturan mengenai pemilihan rektor tersebut tercantum pada Peraturan Menristek Dikti (Permenristekdikti) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada PTN. Dalam pasal 7, disebutkan bahwa dalam penentuan rektor, menteri memiliki 35% hak suara dari total pemilih. Sedangkan senat memiliki 65% hak suara dan masing-masing anggota senat memiliki hak suara yang sama.
Menurut Agus, besarnya hak suara menteri dalam pemilihan rektor bisa menjadi salah satu celah korupsi. Hingga saat ini, KPK baru menemukan indikasi korupsi dalam pemilihan rektor di sejumlah PTN. Beberapa temuan tersebut masih dalam pengumpulan bahan dan keterangan.
“Data kami tidak sebanyak Ombudsman, ada di beberapa daerah. Tapi tidak perlu disebutkan, kalau terlalu spesifik nanti mereka malah siap-siap,” kata Agus.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menilai, peraturan 35% hak suara menteri tersebut rawan intervensi. Dalam pemilihan rektor, terkadang calon yang terpilih bukan yang memiliki suara terbanyak dari hasil pemilihan internal (senat).
“Karena ada 35% hak menteri untuk menentukan. Sehingga nomor tiga sekalipun bisa jadi rektor. Karena menteri punya hak untuk menambahkan nilai,” ujar Abdul.
Abdul menambahkan, baik secara formal maupun informal, pihaknya telah mengingatkan Menristek Dikti bahwa aturan tersebut berpotensi dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. Sehingga, sebaiknya pemilihan rektor dikembalikan kepada masing-masing kampus.
Jika pemerintah ingin terlibat, maka persentasenya diharapkan tak mencapai 35%, yang membuat pihak eksternal kampus menjadi dominan. (Abba Gabrillin)
Sumber: Kontan.co.id