Oleh karena itu, para pelaku usaha mengusulkan perubahan judul dari “RUU Larangan Minuman Beralkohol” menjadi “RUU Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol”.
Perubahan judul itu dinilai akan memberi ruang bagi kajian yang lebih komprehensif guna mengatur tata niaga minuman beralkohol.
“Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan WHO mengindikasikan tidak adanya alcohol emergency issue di Indonesia. Hal ini terlihat dengan sangat rendahnya konsumsi minol resmi. Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan komprehensif mata rantai dan tata niaga minol, bukan pelarangan,” kata Excecutive Committee Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Bambang Britono saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di ruang Pansus DPR, Rabu (10/2/2016).
Juru bicara Indonesia Spirit and Wine Alliance (ISWA) Ipung Nimpuno menyampaikan hal yang sama. (Baca: Pengusaha Hotel Khawatir RUU Larangan Minol Malah Buat Maraknya Miras Ilegal).
Ipung merujuk pengalaman dan situasi di negara lain terkait regulasi di sektor minol.
“Jika berkaca dari pengalaman Amerika Serikat dengan Al Capone serta negara-negara di kawasan asia pasifik, opsi pengendalian dan pengawasan kiranya mampu memberikan kepastian atas pengaturan sektor minol di Indonesia,” ujar dia.
Ipung mengatakan, Amerika pernah menetapkan National Prohibition Act atau Volstead Act yang melarang produksi, impor, distribusi, dan penjualan minuman beralkohol sejak 1920 hingga 1933.
Namun, menurut dia, pelarangan itu terbukti tidak menurunkan konsumsi alkohol.
“Yang terjadi justru meningkatnya angka kriminalitas dan tumbuhnya organisasi mafia yang menyelundupkan minuman beralkohol,” ucap Ipung.
Sementara itu, juru bicara Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia (APMBI) Stevanus menyuarakan kekhawatirannya atas persepsi publik terhadap minuman oplosan.
“Buat kami, oplosan itu bukan miras, itu racun. Oplosan bukan minuman karena bahan-bahannya tidak untuk dikonsumsi, berbeda dengan minol resmi,” kata dia.
APMBI sendiri secara mandiri telah melakukan sejumlah kegiatan kampanye bahaya oplosan ke publik meskipun baru menjangkau sedikit daerah.
APBMI berharap dapat bersama-sama dengan pemerintah melakukan upaya edukasi tentang bahaya oplosan. (Baca: Pemerintah Usul Perubahan Judul RUU MInuman Beralkohol)
“Sebagai organisasi baru, kami telah tiga kali melakukan kampanye bahaya oplosan di Bali dan Surabaya. Harapannya ke depan bisa menjangkau lebih banyak lagi,” ujar dia.
Anggota pansus dari Fraksi PKS, Abdul Fikri, mengatakan bahwa pihaknya akan menampung masukan dari pelaku usaha minol tersebut.
Dia mengakui, draf RUU Minol masih sangat sederhana sehingga dibutuhkan masukan dari berbagai pihak.
“Intinya adalah bagaimana kita merapikan, memberikan kepastian, serta menyelamatkan generasi muda. Itu semangat kita,” ujar dia.