Tanjung Pinang, PKS Jateng Online — Abdullah Fikri Faqih, Anggota Komisi VIII DPR RI dalam kunjungannya ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Kepulauan Riau di Tanjung Pinang (1/10) mengatakan perlunya kesadaran bersama akan berbagai problem yang menimpa anak-anak.
Fikri menyoroti sejumlah hal mengenai perlindungan anak yang dirasa masih jauh panggang dari api. Keberadaan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan berbagai regulasi yang ada dirasa belum mampu memberikan perlindungan anak. Begitu pula dengan persoalan anggaran. “Secara kelembagaan, sebetulnya sudah memadai, tetapi hanya fungsi koordinasi yang berjalan sehingga kekerasan dan berbagai kasus anak masih mengalami tren yang meningkat. Institusi seolah tidak kuasa menanggulangi berbagai persoalan akibat lemah di tingkat eksekusi,” terangnya.
Selain itu anggota legislatif yang terpilih dari Dapil Jawa Tengah IX itu juga menyebutkan, regulasi mengenai perlindungan anak sudah memadai karena ada beberapa produk peraturan daerah dan peraturan gubernur sebagai turunan undang-undang di atasnya. Hanya saja, efektifitasnya tidak terpantau dengan baik dan terukur sehingga tidak ada skema yang jelas mengenai kapan problema yang menimpa anak bisa dikurangi.
Kemudian dari segi budget, menurutnya juga masih mengalami kendala berupa minimnya anggaran seperti di pusat sehingga tidak bisa memfasilitasi penanganan kasus-kasus anak, terlebih untuk eksekusi dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan anak.
Lebih lanjut, Fikri juga menilai Panitia Kerja Perlindungan Anak yang dibentuk Komisi VIII DPR belum terasa gaungnya di tingkat bawah. Padahal, Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat merupakan daerah yang sangat rawan akan perdagangan manusia (human trafficking) dan lalu lintas Napsa (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain). Ia menyebutkan, di Kepulauan Riau setiap pekannya terdapat sekitar 200 TKW yang kembali dari Malaysia dan Singapura dengan membawa bayi atau anak yang tak jelas akte kelahirannya.
“Belum lagi persoalan lokal lainnya, seperti banyaknya TKI yang urung diberangkatkan PJTKI ‘nakal’ yang transit di Kepulauan Riau. Banyak di antara mereka merupakan pekerja di bawah umur,” Anggota Fraksi PKS ini menyayangkan. Ia menyadari, tidak mudah untuk menuntaskan persoalan tersebut.
“Nampaknya perlu kesadaran bersama terhadap problematika generasi bangsa kita yang jumlahnya lebih dari 82 juta anak sebagai kapital masa depan bangsa ini, sehingga ada kejelasan program perlindungan dan penyelamatan anak dari tingkat pusat hingga daerah,” ujarnya.
(Ped)