JAKARTA – Ditolaknya usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy soal moratorum Ujian Nasional (UN) dalam rapat kabinet di Kantor Presiden kemarin dinilai sebagai bukti ketidakkompakan pemerintah.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Fikri Faqih, usulan Mendikbud Muhadjir Effendy dengan penolakan moratorium UN membuat bingung birokrasi di tingkat pelaksananya, baik di daerah maupun bagi masyarakat. “Pemerintah tidak kompak, ribut sendiri,” ujar Fikri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Dirinya menilai, cara merumuskan kebijakan dengan menggiring wacana terlebih dahulu ke publik baru, kemudian dibahas di internal kabinet maupun bersama dengan DPR adalah hal yang tidak baik. Karena, hal demikian menunjukkan pemerintah seolah tidak konsisten dengan alasan yang dirumuskan sendiri.
“Ini tidak baik. Karena Kemendikbud yang melempar wacana ke publik kemudian mendapat beragam tanggapan dari berbagai kalangan,” paparnya.
Setelah melempar wacana itu, Mendikbud Muhadjir Effendy lalu melakukan komunikasi dengan Komisi X. Namun terus ramai di masyarakat, maka Mendikbud Muhadjir Effendy diundang formal oleh Komisi X untuk rapat kerja pada 1 Desember lalu dengan agenda tunggal, yaitu UN.
Saat itu, Mendikbud Muhadjir Effendy bersikeras untuk moratorium UN dengan delapan alasan. “Namun, ternyata kemudian wapres menyatakan menolak proposal mendikbud itu,” tutur politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Fikri berharap, pemerintah khususnya Kemendikbud melakukan koreksi atas setiap kebijakan yang akan dirumuskan. Sebab, persoalan pendidikan, khususnya UN, adalah hal yang sensitif bagi guru dan murid, baik secara fisik maupun psikis.`
Dia menambahkan, keputusan yang tidak sesuai dengan proposal pemerintah sendiri, ini rawan memunculkan kecurigaan akan adanya kepentingan tertentu. Karena UN anggaran di APBN mencapai Rp500 miliar.
“Kalau dimoratorium, maka akan banyak konsekuensi pengalihan anggaran. Ini yang harus dipikirkan secara matang,” pungkasnya.
Sumber : Sindonews.com


